Anies tidak Berkhianat, Anies Menuju Kemenangan

Anies punya hak prerogatif menentukan cawapresnya. Tidak ada yang dikhianati Anies

banner 468x60

Jakontime.com — Sore kemarin (31/8), beredar pernyataan pers Partai Demokrat yang kecewa terhadap sikap Anies Baswedan. Demokrat mencap Anies sebagai pengkhianat dan menuduh Anies tunduk kepada Surya Paloh daripada kesepakatan yang telah dibuat.

Andi Arief dan Demokrat TV, di Twitter mencaci-caci Anies sebagai pengkhianat. Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya menyatakan, “Rentetan peristiwa yang terjadi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat perubahan, pengkhianatan terhadap Piagam Koalisi yang telah disepakati ketiga parpol,” kata Riefky dalam siaran persnya. Menyusul kemarahan Demokrat, spanduk bergambar AHY dan Anies sudah mulai diturunkan.

Riefky selanjutnya menyatakan Partai Demokrat akan melakukan rapat Majelis Tinggi Partai untuk mengambil keputusan selanjutnya. “Sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat tahun 2020, kewenangan penentuan koalisi dan Capres/Cawapres ditentukan oleh Majelis Tinggi Partai,” kata Riefky.

Memang wajar Demokrat marah karena AHY kemungkinan besar gagal menjadi cawapres Anies. Menurut Demokrat, Anies telah menentukan cawapresnya Cak Imin. Padahal Anies telah sepakat sebelumnya bahwa pasangan yang akan dideklarasikan adalah Anies-AHY.

Pernyataan pers Partai Demokrat dan kemarahan Partai Demokrat itu ramai dibahas di grup-grup Whatsapp. Beberapa aktivis Partai Demokrat mengundurkan diri dari sebuah grup, karena tidak tahan terhadap pembelaan pendukung Anies.

Bila kita cermati, Demokrat memang marahnya kebablasan. Mereka lupa bahwa sebelum deklarasi resmi, maka ‘Anies dan timnya’ bisa berubah pilihan. Bandingkan dengan Jokowi yang hanya dalam beberapa jam mengganti pilihan wapresnya dari Mahfud MD ke Ma’ruf Amin.

Dalam kesepakatan 24 Maret 2023, Nasdem, Demokrat dan PKS telah menandatangani enam kesepakatan. Apa isi kesepakatan itu?

Poin pertama, ialah membentuk koalisi yang bernama Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Kedua, mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden di Pilpres 2024.

Ketiga, memberikan mandat sepenuhnya kepada Anies untuk menentukan calon wakil presiden. Keempat, memberikan ruang seluas-luasnya kepada Anies untuk menjalin komunikasi dengan partai politik lainnya.

Kelima, membentuk sekretariat bersama yang merupakan kelanjutan dari tim kecil. Keenam, mengumumkan pasangan capres-cawapres pada waktunya nanti.

Dari poin-poin kesepakatan itu, adakah yang dilanggar Anies? Baca dengan seksama poin ketiga dan keempat. “Ketiga, memberikan mandat sepenuhnya kepada Anies untuk menentukan calon wakil presiden. Keempat, memberikan ruang seluas-luasnya kepada Anies untuk menjalin komunikasi dengan partai politik lainnya.”

Jadi Anies punya hak prerogatif menentukan cawapresnya. Tidak ada yang dikhianati Anies. Selama belum ada deklarasi resmi, Anies bisa mengubah keputusan. Bukankah keputusan politik itu bisa berubah karena memperhatikan perubahan waktu dan keadaan?

Dengan penentuan cawapres ada sepenuhnya pada Anies, maka Anies berhak untuk konsultasi pada siapapun. Kepada Surya Paloh, Jusuf Kalla atau kepada tokoh-tokoh lainnya.

Dalam sejarah hidup Anies, tidak ada dalam dirinya pengalaman berkhianat. Berubah sikap bisa saja dilakukan, tapi bukan berkhianat. Anies disebut pengkhianat, bila sudah deklarasi resmi dan kemudian berubah sikap.

Memang wajar Demokrat marah, karena ketua umumnya tidak dijadikan cawapres oleh Anies. Tapi menyebut Anies sebagai pengkhianat, adalah keblabasan.

Peristiwa ini mengingatkan kita pada pemilihan gubernur Jakarta 2017. Saat itu tokoh-tokoh Islam di tanah air banyak yang sepakat calon dari kalangan Muslim satu saja untuk menghadapi Ahok. Tapi apa yang terjadi? Demokrat (SBY) ngotot tetap mencalonkan anaknya AHY, sebagai calon gubernur. Takdir Allah, AHY kalah dan Anies jadi gubernur.

AHY masih muda, 45 tahun. Bila SBY bijak, harusnya biarkan AHY menjadi menteri atau menko dulu. Tidak harus dipaksakan menjadi cawapres. AHY belum pernah terlibat dalam birokrasi pemerintahan. Ia bagusnya harus punya pengalaman memimpin pemerintahan dulu, baru nanti 2029 nyapres atau nyawapres.

Yang menarik, SBY pernah bercerita tentang mimpinya (19/6/2023). Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu bermimpi pergi bersama naik kereta dengan Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan bertemu Presiden ke-8 RI.

SBY tidak menceritakan saat itu siapa presiden RI ke 8 itu dalam mimpinya. Apakah ini penanda Demokrat akan berlabuh ke PDIP? Atau itu bunga-bunga mimpi saja?

Jadi pilihan pasangan Anies dan Cak Imin ini menarik. Karena ia bisa mempersatukan kalangan ‘Islam Modernis’ dan ‘Islam tradisionalis’ yang selama ini sulit menyatu. Anies dari keluarga Masyumi dan Muhaimin dari keluarga NU. Pasangan ini mungkin akan memenangkan pemilihan suara di Jabar dan Jatim yang penduduknya paling banyak di Indonesia.

Akankah Anies akan mengalahkan Ganjar dan Prabowo? Wallahu azizun hakim. (*)

*Penulis : Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *