Pemimpin Itu Cenderung Zalim

Pemimpin di dunia ini kebanyakan mengutamakan dirinya, keluarganya atau kelompoknya.

banner 468x60

Jakontime.com — Bila kita renungkan apa hikmahnya Allah menyelamatkan jasad Fir’aun, seperti disebut dalam Al Qur’an,”

فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً ۚ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ

“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus 92).

Disitu Allah menyatakan bahwa agar manusia mengambil pelajaran. Yakni agar bila manusia menjadi pemimpin, tidak berbuat zalim seperti Firaun. Dalam sejarah manusia bisa dikatakan Firaun adalah penguasa yang paling zalim. Bulan hanya ia membunuh orang-orang yang berseberangan pendapat dengannya, tapi ia juga membunuh bayi-bayi laki yang suatu saat akan menggantikannya.

Tapi manusia memang kadang senang dengan perbuatan zalim. Firman Allah dalam surat Al Ahzab 72,” Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”

Apalagi pemimpin. Ia cenderung berbuat zalim. Pemimpin di dunia ini kebanyakan mengutamakan dirinya, keluarganya atau kelompoknya. Rakyat yang dibawahinya seringkali difikirkan di sisa-sisa waktu. Bila ia mendapat kekayaan negara, maka kekayaan itu dibagi dulu buat keluarga dan kelompok atau partainya. Setelah itu sisanya yang sedikit baru untuk rakyat.

Gaya pemimpin yang zalim ini banyak terjadi di tanah air. Sehingga kemiskinan di negeri ini menurut Bank Dunia masih sekitar 110 juta orang dari 280 juta penduduk.

Menjadi pemimpin yang adil memang sulit. Karena itu Rasulullah menjamin pemimpin yang adil itu dengan surga dan menempatkannya yang pertama dalam lindungan Allah.

Rasulullah bersabda,”Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: (1) Pemimpin yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh, (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allâh.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR Bukhari Muslim)

Dalam sejarah manusia, pemimpin yang paling adil adalah Rasulullah Saw. Beliau adil dalam berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Termasuk adil dalam menentukan Tuhan yang tepat untuk disembah.

Beliau mempunyai 11 istri. Tapi beliau bisa memenej dengan adil. Para istri bahagia bersama Rasul, karena keadilannya dalam rumah tangga.

Beliau mempunyai ratusan atau ribuan sahabat, beliau bisa bertindak adil. Rasul sering meminta pendapat para sahabat, terutama ketika menghadapi musuh dalam perang. Begitu juga beliau dengan tepat (adil) ketika menasihati sahabat sesuai dengan psikologi yang dihadapinya. Ada sahabat yang suka marah, dinasehati Rasulullah jangan marah. Ada sahabat yang suka berzina, dinasehati agar menghentikan zina dan seterusnya. Rasulullah seperti seorang guru besar psikologi bagi sahabat-sahabatnya. Sehingga para sahabat yang mengelilingi akhirnya menjadi pemimpin dunia atau ulama yang membimbing masyarakatnya.

Keadilan juga nampak pada sahabat Rasulullah Umar bin Khattab. Saat Umar menjadi pemimpin negara (Khalifah), Umar menjauhi kezaliman. Keluarganya diingatkan agar tidak mendekati Baitul Mal, atau harta negara. Bila ada bawahannya yang kelihatan bermewah-mewah, Umar dengan segera menegurnya. Wilayah kekuasaannya yang luas hingga ke Mesir dan Palestina, tidak menjadikan Umar bermewah-mewah membangun istananya dengan emas seperti yang dilakukan Raja Persia dan Romawi saat itu. Mesti harta negara berlimpah, Umar tetap hidup sederhana. Ia makan sebagaimana rakyatnya kebanyakan makan. Bahkan ia pernah menolak makanan mewah yang dibawa oleh tamunya, karena ingat makanan rakyatnya.

Dengan keadilan para pemimpin di masa Rasulullah dan para sahabat, maka Islam dengan cepat menyebar luas ke seluruh dunia. Termasuk ke wilayah Nusantara yang kita cintai ini (pada abad ke tujuh Masehi).

Kezaliman dalam Islam, bukan hanya menyangkut kezaliman sesama manusia atau makhluk lain. Mereka yang musyrik, yang tidak bersikap adil dalam menempatkan Tuhan, juga disebut zalim. Alhamdulillah Qur’an menyatakan,”Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang besar.” (QS Luqman 13).

Maka pemimpin yang adil, ia harus mengajak masyarakatnya untuk menjauhi kemusyrikan. Ia mengajak rakyatnya sekuat tenaga untuk memeluk agama yang benar, agama Islam.

Bila seorang pemimpin dalam mengucap salam saja sudah mengandung kemusyrikan, maka jangan harap pemimpin itu akan berbuat adil. Pemimpin yang mengucapkan salam campur lintas agama -assalamualaikum, omswatiastu, namo budhaya, rahayu, salam kebajikan- jangan harap akan bertindak adil. Pemimpin yang seperti ini menunjukkan ia tidak punya prinsip, ia tidak tahu keadilan (Islam), maka jangan harap ia akan berbuat adil.

Semoga Allah melindungi kita dari para pemimpin yang zalim dan semoga di hari-hari mendatang akan muncul pemimpin yang membawa keadilan. Pemimpin yang membulatkan diri sepenuhnya ingin meniru pemimpin terhebat dunia, Rasulullah Saw. Wallahu alimun hakim.

Penulis: Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *